Langsung ke konten utama

Meninggalkan Derajat Hewani

Dulkamdi ngelamun panjang, sampai tak karuan. Betapa tidak? Sapi yang ia pelihara sejak setahun yang lalu, kini harganya tetap sama saja, gara-gara menjamurnya daging sapi import dari luar negri. Produk dalam negri anjlok lagi, sehingga harga sapi untuk ritual qurban sangat murah.
“Kamu mestinya bersyukur Dul, banyak orang yang berqurban berduyun-duyun. Alias dengan rombongan,,,,” tegur Pardi.

“Maksudmu?”

“Lah iya, kalau orang berqurban sapi kan bisa dinaiki tujuh orang. Nah, sekarang harga sapi murah, berarti kamu turut menolong banyak ummat Dul.”

“Ya, tapi….?”

“Tapi? Tidak ada tapi-tapian Dul.”

Dulkamdi terdiam. Kang Saleh hanya senyum-senyum. Ada terbesit wajah gembira di raut mukanya.

“Idul Adha ini sampean qurban sapi juga Kang?”

“Kalau perlu semua binatang kita qurbankan Di. Nggak bisa kambing, ayam juga boleh, burung juga boleh. Telor juga boleh….”

Dua sahabat kaget bukan main atas ucapan Kang Saleh.

“Masa qurban selain kambing dan sapi, kerbau, boleh Kang?”

“Menurut pendapat beberapa ulama boleh. Yang penting binatang halal. Dan yang lebih penting adalah ketaqwaan dibalik qurban itu sendiri. Karena nama-nama Allah, takbir dan tahmid berkumandang disana….”

“Wah, kalau begitu saya akan menyembelih rusa saja…ha…ha.,..ha…”

“Begini, kita renungi saja betapa binatang saja rela demi Allah untuk diqurbankan. Binatang itu ingin sekali naik derajatnya, karena bias saja para binatang itu sudah bosan hidup dalam kehewanan nafsunya. Ia rela dimakan manusia, ummat Islam, agar derajatnya naik dari binatang menjadi daging yang dimakan manusia, lalu nanti jadi daging manusia, kelak diakhirat dipanggil dengan panggilan manusia, bukan wedus, bukan kebo, bukan sapi….”

“Wah, jangan terlalu kontroversiallah kan, kalau berpendapat….!” Protes Pardi.

“Ya tidak controversial? Lah wong mereka disembelih dengan basmallah dan takbir. Mestinya kita belajar dari para binatang itu, kerelaan mereka untuk dialirkan darah kebinatangannya. Kenapa kita tidak? Kenapa kita simpan kebinatangan kita, syahwat kita, nafsu-nadsu kita? Sadisme kita? Bukankah itu semua merupakan kebinatangan kita? Nah, ayo ramai-ramai kita alirkan darah kebinatangan kita biar terkubur, dan kelak kita lahir menjadi hamba Allah yang merdeka bersama tasbih, takbir dan tahmid.”

Dulkamdi semakin bergairah, dan seketika hilang kelesuannya, bahkan kalau perlu sapinya akan dijual lebih murah, siapa tahu, ia turut membantu orang yang ingin menyembelih hawa nafsunya, dan seluruh derajat rendah hinanya.

Takbir bersahutan diangkasa, menusuk langit menggugah seluruh kealpaan. Kita memang terus-menerus menakbiri nafsu kita yang sombong dan egois. Kita menakbiri angkara murka dan kejahatan dalam diri kita. Kita meneriakkan takbis kebusukan demi kebusukan dalam sukma kita. Kita menakbiri segala hal selain Allah. Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahil hamb….
(kedai sufi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Artav Diminati Dalam dan Luar Negeri

Bandung - Arrival Dwi Sentosa menyimpan potensi yang luar biasa di bidang teknologi anti virus. Produk bocah kelas II SMP asal Bandung ini telah ramai diunduh pengguna baik dalam maupun luar negeri. Saat ditemui detikINET, ia memaparkan saat ini sudah 26.267 kali anti virus yang bernama Artav tersebut di-download pengguna komputer. Perlu waktu setahun bagi Ival -- sapaan akrabnya -- untuk membuat Artav. Awalnya, Ival memberikan antivirus buatannya kepada teman-temannya dan keluarganya. Mendapatkan respons positif, Ival lalu memberanikan diri untuk memposting antivirus buatannya di Facebook. Begitu diposting di Facebook, respons dari masyarakat cukup bagus. "Hampir setahun saya membuatnya. Dari kelas 1 sampai kelas 2 sekarang. Awalnya hanya 200-an varian virus. Tapi sekarang sudah hampir 2.000-an varian virus yang ada dalam databasenya," ujar anak yang baru berusia 13 tahun itu. Berminat mencoba antivirus lokal buatan anak kelas II SMP ini? Langsung unduh saja pada link be...

Ketika Aku Melihat Resluitingmu Terbuka

Marilah kita berdoa untuk dilindungi dari penyakit lupa. Tidak ada yang keliru dari seorang yang terlupa, maka mari kita percaya bahwa kepada lupa pasti tidak dibebankan dosa. Tapi berdosa atau tidak, lupa adalah penyakit berbahaya karena risiko yang ditimbulkannya. Ada begitu banyak persoalan hidup yang menjadi begitu buruk keadaannya cuma karena lupa. Seseorang yang lupa membawa kunci mobilnya tetapi sudah keburu mengunci pintunya, sering harus mengalami soal-soal dramatis yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Seluruh acara penting seharian bisa rusak berantakan. Rencana pertemuan bisnis, makan siang dengan keluarga atau menjamu kolega, bisa cuma digantikan dengan sekadar muter-muter mencari tukang kunci. Seseorang yang ke kantor, suami-istri yang sama-sama bekerja, amat sering menderita lupa jenis ini: ia pergi sambil masih meninggalkan api. Di rumah kompor lupa dimatikan. Ada pasangan yang sama-sama pelupanya, sehingga tabiatnya telah dihafali tetangga. Jika ia berangkat denga...

Tendangan Terakhir

Jika seorang bawahan ditekan atasan ia akan ganti menekan bawahan. Jika bawahan ini tak lagi punya bawahan ia akan pulang dan mengomeli istrinya. Jika ia adalah jenis suami takut istri, bisa-bisa akan menendang kucingnya. Ada kucing yang kebagian menerima tendangan terakhir semacam ini, tanpa hewan ini mengerti apa gerangan yang sedang terjadi. Kita sebut saja urut-urutan tekanan ini sebagai pola arisan. Maka marilah melacak asal-usul tendangan ini. Itulah tendangan yang berasal dari ketertekanan hati yang bisa datang dari banyak sisi. Setiap hidup berjalan maju, ia akan punya sisi baru. Dari sisi yang baru itu pula akan muncul tekanan baru. Artinya, tekanan itu akan selalu ada kucing yang ditendangi. Kemarahan dan keterkanan hati itu, sesungguhnya hanya perlu dikelola relatif dengan cara sederhana. Obati saja dengan obat-0bat yang tersedia. Karena ada barang remeh di dunia. Yang ada hanyalah soal soal yang belum kita tahu apa maknanya. Modal berpikir mula saya rasa sebagai teka...